Perkawinan Anak: Komparasi Fiqih Imam Syafi’i dan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
DOI:
https://doi.org/10.69784/annawazil.v3i01.6Keywords:
Perkawinan anak,, Fiqih Imam Syafi’i,, Pasal 7 UU No. 1 Tahun 1974Abstract
Perkawinan merupakan bagian dari sunnatullah yang berlaku secara umum pada makhluk Allah yang berlainan jenis, termasuk pada manusia. Allah Swt menciptakan semua makhluk di dunia ini, termasuk manusia untuk hidup berpasang-pasangan antara yang satu dengan lainnya, yakni antara seorang laki-laki dan seorang perempuan.
Agar pelaksanaan pernikahan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan dianggap sah menurut ketentuan hukum agama Islam, maka harus memenuhi rukun-rukun pernikahan, seperti adanya wali dari pihak calon pengantin wanita, adanya dua orang saksi, sighat akad nikah, yaitu ijab kabul yang diucapkan oleh wali atau wakilnya dari pihak wanita dan dijawab oleh calon pengantin laki-laki. Di samping memenuhi rukun-rukun pernikahan, seorang calon pengantin laki-laki dan seorang calon pengantin perempuan yang akan melangsungkan pernikahan harus mencapai usia akil baligh.
Ketentuan Fiqih Imam Syafi’i terhadap perkawinan anak diperbolehkan apabila anak telah mencapai usia akil baligh dengan usia 15 tahun, baik laki-laki maupun perempuan. Sementara ketentuan pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terhadap pekawinan anak tidak diperbolehkan apabila tidak mencapai usia 19 tahun untuk anak laki-laki dan tidak mencapai usia 16 tahun untuk anak perempuan. Jadi ketentuan Fiqih Imam Syafi’i memperbolehkan menikahkan anak apabila sudah mencapai usia akil baligh atau berusia 15 tahun, baik laki-laki maupun perempuan. Sedangkan pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak memperbolehkan menikahkan anak laki-laki apabila masih belum mencapai usia 19 tahun dan anak perempuan apabila masih belum mencapai usia 16 tahun.
References
Abyan, Amir. Pengantar Fiqih Islam. Semarang: Aneka Ilmu, 2009.
Affandi, Nukman. Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan. Jakarta: Rineka Cipta, 2009.
Al-Asqolani, Ibnu Hajar. Bulughul Marom. Mekkah: Imaratullah, t.t.
Al-Bukhari, Muhammad Abdullah bin Ismail. Matan al-Bukahari. Singapura: Sulaiman Mar’i, t.t.
Anshari, Munir. Perkawinan. Surabaya: Bina Ilmu, 2001.
Astuty, Siri Yuli. Faktor Penyebab Terjadinya Perkawinan Usia Muda. Yogyakarta: Liberty, 2010.
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. Pendewasaan Usia Perkawinan dan Hak-hak Reproduksi Bagi Remaja Indonesia. Jakarta: Biro Penyiaran Masyarakat, 2011.
Departemen Agama RI. Al-Qur'an dan Terjemahnya. Semarang: Toha Putra, 1989.
Djamali, Abdul.Hukum Islam. Bandung: Bandar Maju, 2007.
Farid, M. Miftah. 150 Masalah Nikah dalam Keluarga. Jakarta: Gema Insani, 2009.
Ghazaly, Abd. Rahman. Fiqih Munakahat. Jakarta: Prenada Media, 2003.
Hawari, Dadang. al-Qur’an, Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. Yogyakarta: Prima Yasa, 2009.
Idris, al-Imam Abi Abdullah Muhammad Ibnu. al-Um, Juz 5. Beirut: Darl al-Fikr, 2009.
Masduqi, Ahmad. Ilmu Fiqih. Surabaya: Sahabat Ilmu, 2007.
Miqdad, Akhmad Azhar Abu. Pendidikan Seks bagi Remaja Menurut Hukum Islam Jakarta: Mitra Usaha, 2007.
Mughniyah, Muhammad Jawad. Fiqih Lima Mazhab, Penterjemah: Masykur A.B. dan Afif Muhammad. Jakarta: Lentera Basritama, 2006.
Naqiyah, Najlah. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2009.
Nurhidayatullah dan Marlina, Leni. Perkawinan di Bawah Umur: Perfesktif HAM. Jakarta: Bumi Aksara, 2012.
Nurhidyatullah, Perkawinan Usia Muda, Jakarta: Rineka Cipta, 2012.
Soemiyati. Perkawinan Usia Muda. Yogyakarta: Liberty, 2007.
Undang-Undang Perkawinan di Indonesia. Surabaya: Arkola, 2001.
Yunita, Astir. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pernikahan Usia Muda. Semarang: Aneka Ilmu, 2009.
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
License
Copyright (c) 2022 Abdul Hamid Bashori

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
In developing strategy and setting priorities, An Nawazil: Jurnal Hukum dan Syariah Kontemporer recognize that free access is better than priced access, libre access is better than free access, and libre under CC-BY-SA or the equivalent is better than libre under more restrictive open licenses. We should achieve what we can when we can. We should not delay achieving free in order to achieve libre, and we should not stop with free when we can achieve libre.

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.


